Kamis, 02 Mei 2013

Perempuan Dalam Mimpi [Episode 2]


“Kalau kamu ada masalah, seharusnya kamu bilang. Kalau kamu diam seperti ini, mana ada yang bisa bantu kamu mencari jalan keluar?” Tiba-tiba kata-kata Asri, teman satu kost saya, terngiang lagi di telinga saya. Mungkin memang otak lebih suka menyimpan rekaman yang menyakitkan daripada rekaman yang menyenangkan. Buktinya, tiap kali saya diam sendiri seperti ini, kata-kata busuk mereka yang sering diputar ulang di telinga saya.

Saya sudah bosan dengan kata-kata seperti itu. Apanya yang teman? Apanya yang membantu mencari jalan keluar? Setiap kali saya selesai bercerita tentang masalah saya, respon mereka tidak lebih dari ucapan, “Kamu sabar aja ya, semua pasti ada jalan keluarnya.” Iya, semua pasti ada jalan keluar, tapi mana? Mereka bilang mereka bisa membantu, tapi apa?

Sudah hampir satu jam saya duduk sendiri di tempat ini, dengan secangkir kopi hitam favorit saya. Saya lebih suka kopi hitam daripada jenis kopi campuran apapun. Kopi yang hanya ditambah gula rasanya lebih nikmat dari minuman apapun. Saya selalu memesan itu jika pikiran saya sedang kacau seperti sekarang. Masalah saya terlalu banyak akhir-akhir ini. Mulai dari urusan skripsi saya yang selalu dipersulit dosen pembimbing, keluarga, juga masalah dengan kekasih saya.

“Kamu perempuan yang ada di dalam mimpiku.” Seorang laki-laki bertubuh tinggi tiba-tiba sudah ada di depan saya. Dia berhasil mengalihkan perhatian saya dari memori menyakitkan yang tidak bisa saya pause sebelumnya.

“Ya?” Saya mencoba mengingat-ingat, mungkin saya pernah bertemu dia sebelumnya.

“Kamu perempuan yang ada di dalam mimpi-mimpiku.” Kata laki-laki itu lagi. Saya belum paham apa maksud kata-katanya. Saya masih berusaha mengingat-ingat apakah saya pernah bertemu dan berbicara dengan dia atau tidak sebelumnya.

Sorry?” Saya sudah berusaha mengingat-ingat tapi gagal. Atau mungkin saya memang tidak pernag tahu dia sebelumnya? Saya mencoba tersenyum perlahan, terpaksa. Saya tidak mau dicap sebagai perempuan sombong gara-gara malas melempar senyum, jika seandainya saya memang pernah bertemu dengan dia sebelumnya.

“Kamu perempuan yang ada di dalam banyak mimpiku bahkan ketika tidurku tidak pernah sampai ke lelap.” Katanya lagi, seakan dia semakin yakin kalau dia mengenal saya. Saya tidak paham dengan kata-katanya yang mengatakan kalau saya ada di dalam mimpinya.

Saya semakin merasa tidak nyaman dengan sikapnya. Apalagi sejak tadi mood saya sudah kacau. Saya bangkit dari tempat duduk saya, berniat meninggalkan saja tempat ini. Saya tidak mungkin mengusir dia dari sini, jadi lebih baik saya yang pergi. Padahal, kopi hitam di dalam gelas saya baru saya minum setengahnya.

Saya melempar senyum perpisahan, dengan harapan saya tidak terlihat sangat angkuh. Saya melangkah pergi, keluar dari kafe. Dia masih terpaku di tempat tadi, saat saya menoleh dari luar melalui kaca kafe. Saya masih belum paham dengan maksud dari ucapannya tadi. Mungkin dia gila, mungkin juga hanya akal dia saja sebagai modus agar bisa berkenalan dengan saya. Tapi paling tidak, saya bisa sejenak melupakan masalah saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar